Selasa, 15 Oktober 2013

PT GRAMEDIA


PT gramedia adalah Pt yang lumayan besar dan memiliki cabang diseluruh indonesia, dimana bidang TIK pun memiliki andil pada perusahaan ini seperti memasarkan buku, mengkordinasi database. Dan ruang lingkup nya pun menurut saya lujmayan besar. Sales Force buku bisa menghadapi judul baru yang berubah dalam satu-dua hari. Bagaimana caranya mereka beperan di toko buku yang memberi 90% omset, sekalipun di grup perusahaan sendiri? Sebagai pemain besar dalam industri buku, Gramedia menyadari peranan sales force dalam memasarkan produk-produknya. Ritel pun dilihat sebagai medan pertempuran’ dengan beberapa kompetitor dalam memperebutkan ruang bagi buku-bukunya. “Gramedia Pustaka Utama sebagai penerbit merupakan salah satu penyuplai untuk ritel buku. Pada tahun-tahun belakangan, khususnya di area Jabodetabek, porsi toko buku sendiri dibanding non toku buku masih jauh lebih besar peranannya. Dalam persentase, hampir 90 persen omset GPU didapat dari ritel tersebut. Sementara di luar toko, angkanya masih kecil,” papar Utomo, Head of Sales Gramedia Pustaka Utama. Karena porsi terbesar masih ada di ritel buku, kegiatan sales pun difokuskan di area tersebut. Menurut Utomo, di Jakarta sendiri ada sekitar 40 toko buku Gramedia, 25 Toko Buku Gunung Agung, 40 outlet dalam jaringan toko buku lain, maupun 20-an toko kecil. “Dari sekian toko, kita konsentrasi 70 persen ada di Toko Buku Gramedia sebagai salah satu grup kami. Tapi, meski pun satu grup Kompas Gramedia, kami tetap mendapat perlakukan yang sama dengan penerbit lain,” katanya. Untuk mengelola jaringan toko buku di Jakarta, GPU mengerahkan delapan orang untuk sales force dan sekitar 43 untuk sales promotion. Masing-masing toko buku, minimal dikelola oleh seorang sales promotion. Kekuatan sales force ini sangat penting mengingat pertempuran yang nyata terjadi di toko buku. Apalagi sekarang sudah ada sekitar 1.300 penerbit dari seluruh Indonesia yang bermain di toko buku ini. Sementara space di toko buku terbatas. Nah, sales force kita harus pandai-pandai dalam bermain di area tersebut, imbuhnya. Utomo menyadari kompetisi yang terjadi adalah kompetisi memperebutkan ruang dan display agar produknya bisa dilihat dengan mudah oleh konsumen. Mengingat dalam satu bulan ada sekitar 800 judul baru yang masuk ke toko buku. “Dari jumlah judul baru tersebut, kita ditantang untuk merebutkan tempat-tempat strategis,” tandasnya. Untuk itu, GPU berupaya membekali sales force-nya dengan perbekalan yang mencukupi. Teman-teman sales dibekali dengan product knowledge. Terutama setiap kita mengeluarkan judul-judul baru. Agar mereka saat berada di garda depan bisa tahu benar buku yang akan mereka jual,katanya. Utomo melihat tugas sales force bukanlah perkara gampang. Butuh cara tertentu menawarkan buku-buku khususnya yang mempunyai potensi dan segmen pembacanya besar. “Kita membuat sistem bagaimana mereka bisa fokus dengan buku yang dijual khususnya dalam kondisi toko sedang ramai. Ini juga berpengaruh pada jadwal kerjanya,imbuhnya. Untuk mendukung kinerja sales force, insentif, bonus, sekaligus dukungan motivasi dilakukan. Dalam hal ini, Utomo melihat peran vital dari komunikasi. Mengingat area tugas sales force mempunyai cakupan luas dan jumlah produknya banyak. Setiap hari tim sales force ada di lapangan. Supervisinya dilakukan dengan memasang target setiap bulan”baik target rupiah maupun buku-buku yang dipromosikan. Untuk target bulanan, sales force minimal seminggu sekali dievaluasi dan monitor. “Training dilakukan dan dibantu oleh lembaga khusus bernama PSDM. Training bisa sebulan sekali. Mendatangkan sumber-sumber yang sudah cakap di bidang ritel maupun jasa. Ini penting karena peran mereka sangat besar dan tidak boleh diremehkan,” katanya. Sementara itu, relasi dengan para peritel sendiri harus dibangun sedemikian rupa. Pihak penerbit selalu meyakinkan pada peritel tentang buku-buku yang potensial untuk meledak di pasaran. Biasanya, para sales force belajar dari buku-buku laris yang pernah ada. Utomo menyebut tiga buku laris itu antara lain serial Harry Potter, Laskar Pelangi, dan Ayat-Ayat Cinta. Kesuksesan ketiga buku itu menginspirasi para sales force untuk memasarkan buku-buku baru. “Dengan pemilik ritel, kita tetap bermain bersih. Tidak ada mainan di bawah tangan. Kita tetap mengutamakan hubungan yang intensif. Sejauh ini, para peritel itu setuju dengan ide-ide kita terkait dengan produk. Tidak perlu informasi panjang lebar,” katanya. Utomo juga melihat kesuksesan seri Twilight karya Stephenie Meyer menjadi bukti konkret suksesnya kerjasama antara penerbit dengan para peritel. Relasi dengan peritel ini juga dibangun melalui pertemuan kedua belah pihak minimal dua kali dalam setahun sebagi bagian dari edukasi.